Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai (Depdiknas, 2005).
Pendidikan holistik menurut Jeremy Henzell-Thomas diacu dalam Latifah (2008) merupakan suatu upaya membangun secara utuh dan seimbang pada setiap murid dalam seluruh aspek pembelajaran, yang mencakup spiritual, moral, imajinatif, intelektual, budaya, estetika, emosi dan fisik yang mengarahkan seluruh aspek-aspek tersebut ke arah pencapaian sebuah kesadaran tentang hubungannya dengan Tuhan yang merupakan tujuan akhir dari semua kehidupan didunia.
Pendidikan Holistik merupakan suatu respon yang bijaksana atas ekologi, budaya, dan tantangan moral pada abad ini, yang bertujuan untuk mendorong para kaum muda sebagai generasi penerus untuk dapat hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang saling pengertian dan secara berkelanjutan serta ikut berperan dalam pembangunan masyarakat. Pendidikan holistik berkembang sekitar tahun 1960-1970 sebagai akibat dari keprihatinan tewrhadap krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia, dan radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya.
Pada saat ini banyak model pendidikan yang berdasarkan pandangan abad ke 19 yang menekankan pada reductionism (belajar terkotak-kotak), linier thinking (bukan sistem) dan positivism (fisik yang utama), yang membuat siswa sulit untuk memahami meaning relevance dan value antara yang dipelajari disekolah dengan kehidupannya. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang terpusat pada anak yang dibangun berdasarkan asumsi connectedness, wholeness dan being fully human.
Untuk mencapai tujuan pendidikan holistik, maka kurikulum yang dirancang juga harus diarahkan untuk mencapai tujuan pembentukan manusia holistik. Termasuk di dalamnya membentuk anak menjadi pembelajar sejati, yang senantiasa berpikir holistik, bahwa segala sesuatu adalah saling terkait atau berhubungan. Beberapa pendekatan pembelajaran yang dianggap efektif untuk menjadikan manusia pembelajar sejati diantaranya adalah pendekatan siswa belajar aktif, pendekatan yang merangsang daya minat anak atau rasa keingintahuan anak, pendekatan belajar bersama dalam kelompok, kurikulum terintegrasi, dan lain-lain (Megawangi et.al, 2005).
Pendidikan holistik dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dengan beberapa cara, diantaranya dengan menerapkan Integrated Learning atau pembelajaran terintergrasi/ terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah agar siswa memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, antara saru mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dari integrated learning inilah muncul istilah integrated curriculum (kurikulum terintegrasi/terpadu). Karakteristik kurikulum terintegrasi menurut Lake dalam Megawangi, et.al (2005) antara lain : Adanya keterkaitan antar mata pelajaran dengan tema sebagai pusat keterkaitan, menekankan pada aktivitas kongkret atau nyata, memberikan peluang bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok. Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam perspektif keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya.
Integrated curriculum atau sering dikenal dengan istilah interdisciplinary teaching, thematically teaching dan synergetic teaching member kesempatan kepada siswa untuk belajar melihat keterkaitan antar mata pelajaran dalam hubungan yang berarti dan kontekstual bagi kehidupan nyata.
Kurikulum terintegrasi dalam pendidikan holistik membuat siswa belajar sesuai dengan gambaran yang sesungguhnya, hal ini karena kurikulum terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Kurikulum terintegrasi dapat memberikan peluang kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari berbagai sumber infomasi berbeda mengenai suatu tema, serta dapat memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor- faktor berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Selain itu dengan kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan dan kontekstual sehingga berarti bagi siswa dan membuat siswa dapat berpartsipasi aktif sehingga seluruh dimensi manusia terlibat aktif (fisik, social, emosi, akademik).
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005 – 2009. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Latifah, M.2008 Pendidikan Holistik. Bahan Kuliah (tidak dipublikasikan). Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Megawangi, R., Melly L., Wahyu F.D. 2005. Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation
Senin, 27 Desember 2010
You at here : Home »
Aplikasi Pendidikan Holistik
Aplikasi Pendidikan Holistik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)