Posts Subscribe to This BlogComments

Follow Us

New Articles

1 2 3 4 5 6 7 8

Selasa, 29 November 2011

Menjelang Ujian Nasional 2011

Ujian Nasional 2011 makin dekat. Bagi siswa SMA, UN berlangsung dari tanggal 18 - 21 April 2011, untuk SMK tanggal 18 - 20 April 2011. Sedangkan untuk tingkat SMP, 25 - 28 April 2011. Ada beberapa perubahan dalam penyelenggaraan UN kali ini, seperti dijelaskan dalam lampiran Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan nomor 0148/SK-POS/I/2011 tentang Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa dan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun Pelajaran 2010/2011 tertanggal 3 Januari 2011. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam penentuan nilai kelulusan dan paket soal.

Pada Ujian Nasional sebelumnya, sejak pertama di gelar pada tahun 2003, nilai kelulusan Ujian Nasional bersifat mutlak 100 % tanpa melibatkan kontribusi nilai sekolah. Hal ini bagi para guru seringkali dianggap merugikan, karena proses belajar peserta didik selama berada di bangku sekolah diabaikan. Pun bagi peserta didik. Tak jarang dalam sebuah sekolah, peserta didik yang berprestasi justru tidak lulus Ujian Nasional, sedangkan peserta didik yang ’sering bermasalah’ dalam proses pembelajaran justru lulus dengan nilai yang sungguh menakjubkan! Sistem yang demikian akhirnya menyulut timbulnya kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Baik kecurangan secara terkoordinir institusional (pihak sekolah), maupun individual (peserta didik). Ketakutan akan kegagalan dalam Ujian Nasional yang membuat pihak-pihak tersebut menempuh cara yang tidak semestinya.

Dalam lampiran POS UN 2011 yang dikeluarkan BSNP, untuk tahun ini, penilaian akhir kelulusan didasarkan pada nilai raport, nilai Ujian Sekolah dan nilai Ujian Nasional. Mekanismenya adalah dengan menghitung rata-rata nilai raport per mata pelajaran pada semester 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk tingkat SMP/MTs, dan semester 3, 4, dan 5 untuk tingkat SMA/MA/SMK. Rata-rata nilai raport ini kemudian digabung dengan nilai Ujian Sekolah dengan komposisi 40% nilai raport + 60% nilai Ujian Sekolah. Hasil komposisi ini menjadi Nilai Sekolah (NS), yang nantinya digabung dengan nilai Ujian Nasional (NUN) dan menjadi Nilai Akhir (NA). Nilai Akhir dihitung berdasarkan rumus 40% NS + 60% NUN. Ketentuan mengenai penentuan nilai kelulusan tahun ini dianggap lebih berpihak pada peserta didik, pendidik dan lembaga pendidikan, karena memperhitungkan proses selama peserta didik tersebut berada di bangku sekolah.

Penyerahan nilai sekolah dari tiap sekolah sudah mulai dilaksanakan dari pertengan bulan Maret ini, baik dengan cara online maupun offline. Jika cara online setiap sekolah memasukkan nilai peserta didik per mata pelajaran pada situs yang telah ditentukan pihak Dinas Pendidikan Propinsi, sedangkan cara offline dengan memanfaatkan software penilaian yang dibagikan ke setiap sekolah untuk diisi dengan nilai para peserta didik yang kemudian diserahkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota akan diteruskan ke propinsi. Perbedaan penyerahan hasil penilaian sekolah ini tergantung pada kebijakan dari tiap-tiap pemerintah daerah.

Perubahan lainnya dalam pelaksanaan Ujian Nasional kali ini berkaitan dengan paket soal yang diterima peserta ujian. Dalam POS UN 2 tahun sebelumnya, di dalam lampiran POS dicantumkan secara detail mengenai denah duduk peserta dan paket soal yang diterima. Pada UN 2009 dan UN 2010 terdapat dua paket soal yang berbeda per mata pelajaran. Lampiran POS UN 2011 tidak lagi mencantumkan denah duduk peserta maupun paket soal yang diterima. Tapi berdasarkan Juklak yang diterima pihak sekolah, Ujian Nasional tahun ini terdiri atas lima paket soal per mata pelajaran dengan denah pembagian soal membentuk garis diagonal.

Apapun perubahan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini oleh BSNP, tentunya dengan harapan agar pelaksanaan Ujian Nasional kali ini menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Kecurangan-kecurangan baik yang dilakukan secara institusional maupun individual tidak lagi dilakukan dalam pelaksanaan Ujian Nasional kali ini. Jika saja pelaksanaan Ujian Nasional ini terselenggara secara jujur, tanpa ditunggangi kepentingan-kepentingan pihak tertentu, dan tanpa tekanan-tekanan yang menakutkan karena digunakan sebagai penentu kelulusan, manipulasi nilai tentunya tidak akan terjadi. Meskipun dengan konsekuensi terpahit, yaitu, mungkin dengan kenyataan rendahnya nilai Ujian Nasional di Indonesia. Tapi jika demikian faktanya, kenapa harus ditutupi? Toh, seharusnya rendahnya nilai Ujian Nasional bisa dijadikan alat ukur kualitas pendidikan baik dari tingkat terendah (sekolah) hingga tertinggi (pemerintah pusat).

Selama ini belum ada follow up berkaitan dengan hasil Ujian Nasional yang cukup berarti. Bukankah akan lebih baik jika Ujian Nasional dijadikan sebagai bahan kajian oleh semua pihak? Mengapa sekolah A hasil Ujian Nasionalnya rendah?Apakah guru-gurunya sudah memenuhi kualifikasi akademik seluruhnya?Apakah sarana di sekolah tersebut sudah terpenuhi sesuai standar kelayakan yang ada?Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya? Jangan lupa, kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh pola pembelajaran antara guru dan siswa saja, tetapi oleh banyak hal seperti yang disebutkan di atas.

Bukan suatu rahasia lagi apabila sekolah-sekolah di Indonesia masih banyak yang sangat jauh dari standar kelayakan. Guru yang berlatar belakang Ekonomi misalnya, harus mengajar pelajaran Fisika karena tak ada tenaga pendidik yang sesuai latar belakang akademiknya di sekolah tersebut. Hebat dan sekaligus ironis sekali bukan? Jangankan alat-alat laboraturium yang cukup mahal, gedung laboraturium, perpustakaan, buku-buku penunjang, masih banyak yang tidak memilikinya. Sekolah-sekolah minim fasilitas dan minim sumber daya manusia ini harus bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan dalam Ujian Nasional. Peserta didiknya diminta mengerjakan soal-soal ujian dengan tingkat kesulitan yang sama. Adilkah?

Ujian Nasional akan lebih berarti, dan tidak hanya sebagai momok menakutkan bagi peserta didik, pendidik dan lembaga pendidikan, jika dapat digunakan sebagai bahan refleksi oleh berbagai pihak, khususnya pemerintah. Entah itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Jika standarisasi nilai ingin diberlakukan sebagai penentu kelulusan, tentunya kembali pada keseriusan pemerintah untuk membenahi segalanya. Pembenahan fisik, sumber daya manuasia, maupun pembenahan sistem. Pertanyaannya, akankah pelaksanaan Ujian Nasional 2011 menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik? Semoga!


Sumber : Sini
Read More...

Ubah Bahasa


English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Pengunjung

msn spaces stats

Yang Berkunjung

free counters

Yang Lagi Online

Yang Online Hari ini

Facebook

 

Reader Community

Galery Photo