Posts Subscribe to This BlogComments

Follow Us

New Articles

1 2 3 4 5 6 7 8

Selasa, 30 Maret 2010

Saatnya Belajar Dengan Cara Yang Menyenangkan

Minggu, 01-11-2009 13:41:24 oleh: Marjohan M.Pd
Kanal: Opini


Dalam abad ke 21 ini sudah ada ribuan atau puluhan ribu sekolah, di persada ini, mulai dari tingkat rendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi, dibangun sebagai tempat untuk untuk mendidik generasi muda agar mereka bisa menjadi bangsa yang bermartabat. Sekolah itu sendiri coraknya ada tiga, yaitu sekolah formal, informal dan non formal. Sementara rumah itu dengan eksistensi ayah dan ibu juga dapat dianggap sebagai sekolah pertama bagi anak dalam memahami kehidupan dan menguasai life skill (keterampilan hidup)..

Kemudian bagaimana cara pandang anak-anak yang belajar di sekolah tersebut ? Tentu saja juga bervariasi. Ada anak yang memandang sekolah sebagai tempat penyiksaan, karena mereka dipaksa melakukan latihan demi latihan dengan ancaman dan tekanan dari bapak dan ibu guru di sekolah. Ada yang memandang sekolah sebagai penjara, karena terpenjara dari pagi hingga sore sehingga kehilangan waktu untuk menjelajah di sawah dan di kebun. Kemudian juga ada yang memandang sekolah sebagai pabrik otak. Karena disana ada unsur input/ masukan, proses dan output atau produk, dan anak anak didik dipandang sebagai benda dan siap untuk dilatih dan dilatih melulu tanpa memahami apa dan bagaimana hakekat belajar itu sendiri. Idealnya semua anak musti memandang sekolah sebagai tempat yang menyenangkan untuk transfer ilmu agar berubah menjadi manusia yang lebih beradab. .

Rasa senang dalam belajar adalah masalah suasana hati. Ini diperoleh melalui perlakukan guru dan orang tua melalui dorongan dan motivasi mereka. Sebenarnya yang diperlukan oleh anak-anak dalam belajar adalah rasa percaya diri. Maka tugas orang tua dan guru tentu saja menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Dari pengalaman hidup, kita sering menemukan begitu banyak anak yang ragu-ragu atas apa yang mereka pelajari, sehingga mereka perlu didorong dan diberi semangat lewat kata- kata dan perlakuan.

Agar setiap anak bisa belajar dengan senang dan memperoleh hasil yang optimal, maka orang tua sebagai pengasuh di rumah dan guru dari balik dinding sekolah perlu memperkenalkan tentang keterampilan belajar, kemampuan dalam berkomunikasi dan memperoleh lingkungan yang menyenangkan. Ternyata belajar juga memerlukan keterampilan. Agar seorang siswa tidak terjebak dalam kebosanan gaya belajar yang monoton (belajar cuma sekedar mencatat perkataan guru dan menghafal melulu) maka mereka perlu tahu bagaimana cara membaca, cara mencatat, cara mengolah suasana hati yang jitu, cara mengolah lingkungan dan cara berkomunikasi dengan guru dan teman teman selama pembelajaran.

Kemampuan dalam berkomunikasi juga menentukan apakah suasana belajar menyenangkan atau tidak. “Bukankan hidup kita juga ditentukan oleh suasana komunikasi atau seni berbahasa”. Berbahasa ? Tentu saja cara berbahasa itu ada 2 macam yaitu: yang menyenangkan atau cara berbahasa yang mengecewakan. Guru maupun orang tua, walaupun katanya selalu mendorong anak agar jadi pintar dalam belajar namun kadang kala cara berbahasa kurang pas menurut pribadi sang anak. “Aku tidak senang belajar dengan guru itu…. Atau tidak suka dengan suasana di rumah ?”. Tentu saja karena gaya berbahasa yang kasar, cerewet, banyak mengomel, suka membentak, banyak memperolok-olokan sang anak, meremehkan harga diri dan ada belasan cara berbahasa negatif lainnya.

Dua orang yang sedang jatuh cinta bisa hubungan mereka bisa segera putus gara-gara berbahasa yang tidak simpatik menurut pandangan partnernya. Sebaliknya cinta mereka bisa langgeng karena “cara berbahasa yang menarik” selalu mempertahan cara berbahasa yang sopan, santun dan lembut. Suasana berbahasa yang menyenangkan (bernuansa positif: bahasa yang penuh pujian, dorongan/ motivasi dan penghargaan) dan diikuti oleh lingkungan yang menyenangkan tentulah akan membuat potensi belajar anak akan meningkat. Suasana lingkungan rumah yang kerap membuat anak tidak nyaman adalah kondisi rumah yang sempit, pengap, sembrawut dan ruangan rumah yang hiruk pikuk oleh suara elektronik (lagu dan tayangan televise) yang cedrung membuat kita sendiri susah berkomunikasi apalagi berkonsentrasi dalam belajar.

Secara umum mengapa pembelajaran anak kecil lebih sukses dibandingkan pembelajaran yang dilakukan oleh orang dewasa? Sehingga ada pribahasa yang mengatakan bahwa “Belajar diwaktu kecil ibarat menulis di atas batu (akan selalu berbekas) dan belajar di waktu dewasa ibarat melukis di atas air (apa yang dipelajari akan cepat jadi sirna)”. Penyebabnya adalah selain faktor pertumbuhan otak, masa anak-anak dan remaja disebut sebagai the golden age- masa pertumbuhan otak yang pesat, adalah juga karena anak kecil cenderung melalui instink belajar secara global. Global learning atau belajar secara menyeluruh, ya ibarat bayi atau anak kecil yang meneliti lingkungan lewat mulut, tangan, dan mata untuk mengeksplorasi apa saja apa yang dapat dijangkau.

Beruntunglah bayi dan anak kecil yang memiliki orang tua yang peduli dalam merangsang mereka dalam global learning- menyediakan sarana bermain dan belajar, kertas untuk dicoret atau untuk digunting, bunyi-bunyian, dan benda-benda lain untuk digengagam dan dilempar. Tanpa diikuti oleh kebiasaan orang tua yang terlalu banyak menolong, mengeritik dan serba banyak melarang. Selanjutnya bahwa untuk membuat suasana belajar bisa menjadi nyaman, sangat dipengaruhi oleh respond dan rangsangan (stimulus) lingkungan serta bagaimana tekhnik belajar/ mencatat dan pengalaman pribadi anak atau kita sendiri.

Respon dan stimulus lingkungan

Tiap hari anak memperoleh dua macam komentar dari teman, orang tua, dan lingkungan yaitu komentar positif dan komentar negatif. Komentar yang sering terucap berhubungan dengan belajar bisa jadi berupa serangkaian kata-kata pujian atau cacian. “Kamu memang hebat, kamu memang pintar, kamu memang jenius, kamu memang disiplin atau yang negatif: kamu sungguh kurang ajar, kamu betul-betul bodoh, otak mu mungkin sudah penuh dengan pasir, kamu memang idiot, dan ada lagi sejuta kalimat negatif lain yang sangat ampuh dalam menyayat perasaan sang anak”.

Sangat berbahaya bila sang anak atau sang siswa terlalu banyak memperoleh komentar negatif. Sebab semangatnya bisa jadi melorot. “Percuma saja aku rajin belajar atau rajin bekerja karena toh aku tidak akan pernah dihargai sebagai manusia”. Kalau begitu mengapa kita terbiasa gencar membombardir anak-anak atau orang- orang yang posisinya berada di bawah kekuasan kita dengan stimulus negatif. Mungkin gara-gara merasa sok berkuasa atau sok punya power yang membuat orang merasa mudah melemparkan kritikan dan komentar negatif.

Ada anak yang secara sekilas dipandang sangat beruntung karena tinggal dengan orang tua yang berpenampilan sangat gagah dan fasilitas hidup cukup mewah- punya mobil, disuruh ikut les ini dan les itu. Namun sang anak malah bermimpi bahwa alangkah indahnya kalau bisa pindah rumah. Ada apa gerangan? Ternyata Ia (anak) sering kena ancam atau tidak ada contoh,, “Kamu sudah aku masukan les privat sains dan les privat matematik, kalau masih rendah nilai mu, kau pindah saja sekolah ke kampung”. Itulah karena kebiasaan mengancam dan kritikan negatif, maka kecerdasan anak pada akhirnya akan mandek pada usia sekolah.

Sebaliknya, sekali lagi, beruntunglah anak yang memperoleh rangsangan dan respon positif. Anak anak yang memperoleh kaya rangsangan akan bisa menjadi pelajar yang sukses. Dengan kata lain bahwa lingkungan yang miskin rangsangan dan dan dibombardir dengan respon negatif berpotensi menciptakan anak menjadi pelajar yang lamban.

Mengapa guru dan orang tua kok senang dengan misbehave atau salah bersikap? Jika anak merasa kurang percaya diri, maka bantulah dia. Coba menemukan hal hal positif pada dirinya dan pujilah dia agar rasa percaya dirinya bisa datang. Komentar-komentar positif dapat membangkitkan percaya diri mereka.

Orang belajar memang tergantung pada faktor fisik (suasana lingkungan), faktor emosional (suasana hati) dan faktor sosiologi atau lingkungan teman, guru, orang tua dan budaya sekitar. Maka berilah suasana pencerahan pada lingkungan, suasana hati dan suasana sosiologi anak.

Tekhnik menctat dan pengalaman pribadi

Cara belajar dan pengalaman pribadi juga menentuka apakah belajar itu nyaman dan menyenangkan atau tidak. Karakter orang belajar memang sangat bervariasi. Ada yang senang belajar dengan cahaya terang atau agak redup, ada yang belajar dengan berkelompok atau sendiri, ada yang senang belajar pakai musik atau suasana sepi, dan ada yang senang belajar dengan suasana berantakan atau rapi. Maka guru, juga para orang tua, perlu memahami variasi mereka dalam belajar dan jangan pernah terlalu mencampuri variasi belajar mereka - kalau akibatnya membuat anak kurang nyaman dan kurang senang dalam belajar.

Bobbi De Porter dan Hernacki (2002) mengatakan bahwa variasi belajar atau modalitas (cara menyerap informasi) juga bervariasi pada setiap orang. Ada orang atau anak yang mengandalkan kekuatan visual yaitu membaca, karakter orangnya adalah cara berbicara cepat. Ada yang bersifat auditorial atau mendengar, karakter orangnya adalah suka bicara sendiri dan kecepatan berbicara sedang, Kemudian ada orang berkarakter kinestetik atau banyak gerakan. Orangnya susah untuk tenang atau duduk diam dan berbicaranya lambat.

Perlu diingat bahwa dalam belajar, supaya anak juga perlu aktif dalam mencatat. Mencatat dalam belajar bermanfaat untuk meningkatkan daya fakir mereka. Ada dua macam cara mencatat: mencatat dengan membuat peta konsep (menulis poin-poin penting dan membuat hubunganya) dan mencatat tulis susun, atau menulis poin poin penting secara bersusun saja. Kiat tambahan dalam mencatat adalah mencatat untuk mendengar secara aktif, misal dalam seminar, pidato, ceramah.. Usahakan duduk paling depan.

Percaya atau tidak bahwa kita semua adalah penulis. Dorongan untuk menulis itu sama besar dengan dorongan untuk berbicara yaitu untuk mengkomunikasikan fikiran dan pengalaman kita. Selanjutnya milikilah dan perkayalah pengalaman hidup. Milikilah pengalaman pribadi yang banyak dan beragam dengan cara banyak bergaul dan melakukan perjalanan . Sebab orang yang mempunyai koleksi pengalaman pribadi yang banyak akan lebih kreatif dalam belajar dari pada orang yang kurang pengalamannya.

Selain membiasakan mencatat selama belajar maka anak juga perlu mempunyai minat membaca dan mengetahui cara-cara membaca yang tepat. Perlu untuk diketahui tentang kecepatan membaca. Ada kecepatan membaca yang regular atau kecepatan biasa-biasa saja. Skimming atau membaca dengan melihat cepat, misal membaca buku telepon dan mencari kata dalam kamus. Scanning yaitu membaca sekilas, misalnya membaca headline pada Koran atau melihat daftar.

Agar kita, anak, siswa dan siapa saja bisa merasakan suasana belajar yang menyenangkan maka musti membiasakan untuk berfikir kreatif. Hidup ini indah atau susah memang ditentukan oleh suasana hati dan fikiran. Berfikir kreatif, bukanlah masalah kerja lebih keras, tetapi berfikir dengan banyak alternatif. Orang yang kreatif senang selalu mencoba, melakukan petualangan dan bermain-main dengan tantangan. Salah satu latihan kreatif adalah bercerita tentang kejadian sehari-hari. “Ibu guru, bapak guru dan ayah-ibu di rumah perlu untuk menyisihkan sedikit waktu agar bisa sharing dan berbagi cerita tentang indah dan mudahnya hidupm ini dengan anak”. Last but not least (akhir kata) bahwa siswa/ anak perlu untuk mengulang materi pelajaran akan meningkatkan daya ingat dan pemahaman, sehingga belajar itu akhirnya memang bias jadi asyik, nyaman dan menyenangkan. .



(Catatan :Bobbi De Porter dan Mike Hernacki. 2002. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa) Marjohan M.Pd, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar.
Read More...

Setelah SBI, lalu apa ?

Di Administrasi Pendidikan, Manajemen Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Menengah, Penelitian Pendidikan dalam Februari 12, 2010 pada 1:47 am
Bagaimana perkembangan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) di Indonesia sekarang ya ? Lama saya tak mempelajari dan mengamatinya selain membaca-baca di koran dan di milis-milis, suara-suara pro dan kontra hilir mudik.

Semestinya sejak didengungkan di tahun 2003, dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2005, RSBI sudah layak dievaluasi. Atau mungkin evaluasi sudah dikerjakan oleh Diknas atau lembaga non pemerintah, dan saya saja yang ketinggalan cerita

Kalau mau dirangkumkan beberapa pendapat yang pro menggunakan alasan sebagai berikut :
1. SBI harus dilaksanakan karena itu tuntutan UU SISDIKNAS 2003
2. SBI perlu karena sekolah-sekolah di Indonesia jauh tertinggal
3. SBI perlu diselenggarakan karena banyak (ada ?) siswa yang ingin lanjut ke perguruan tinggi di luar negeri
4. SBI perlu karena Indonesia harus sepadan dengan negara-negara di Astengg yang level sekolah-sekolahnya sudah internasional.
5. SBI membawa manfaat salah satunya, guru-guru menjadi sadar pentingnya memahami bahasa asing
6. ………

Silahkan tambahkan sendiri

Alasan yang kontra :
1. SBI tidak perlu karena menimbulkan elitisme baru dalam pendidikan
2. SBI tidak perlu karena menelan biaya besar, sementara masih banyak sekolah yang ambruk
3. SBI tidak bermanfaat karena yang terpenting adalah pemahaman materi belajar dan bukan mengajar dengan bahasa asing
4. SBI tidak perlu karena definisi kata “internasional” pada namanya tidak jelas
5. SBI tidak perlu karena sekolah reguler pun lulusannya banyak yang keluar negeri
6. SBI adalah bentuk penjajahan baru karena keharusan mengacu pada kurikulum institusi di negara maju
7. SBI adalah model baru privatisasi pendidikan, sebab 99% orang behave yang bisa menikmatinya.

Alasan pertama bahwa SBI harus diselenggarakan karena itu adalah tuntutan UU membawa kita pada pertanyaan baru, mengapa DPR menyetujui ini atau tepatnya mengapa hal seperti ini perlu dimasukkan dalam sebuah UU Sisdiknas?

Mengingat perubahan Fundamental Law di negara kita berlangsung per 30-20 tahunan (UU 1950, UU 1989, UU 2003), maka jika naga-naganya proyek SBI tak sukses, akan ada statement baru tentang penghapusannya di UU 2020-an, atau sebuah konsep baru sekolah unggul akan dimasukkan. Tetapi melihat perkembangan dunia begitu pesat, kelihatannya tidak harus menunggu 20 tahun untuk menilai ini laik atau tidaknya.

Saya cenderung pada kelompok yang kontra. Tetapi saya menyadari niat baik pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Saya mungkin kurang sepakat dengan pemerintah tentang definisi pendidikan bermutu jika pemerintah berkesimpulan bahwa SBI adalah model pendidikan unggulan bermutu.

Ciri-ciri SBI yang saya tangkap dari tiga buah sekolah yang saya kunjungi di Pulau Jawa adalah : gedung mewah, ruang kelas beraudio visual, laboratorium lengkap, lisensi dari Universitas A di luar negeri (bahkan ada yang memasangnya di dinding sekolah, mengingatkan saya pada perusahaan yang sudah mendapatkan ISO), kurikulum sebuah universitas di luar negeri, pelajaran dalam bahasa inggris, kunjungan (pertukaran budaya) siswa ke luar negeri, dan sister school.

Orang bijak memperkenalkan kata bijaksana, bahwa kesuksesan dapat diraih melalui peniruan (mane suru kata orang Jepang). Saya pikir SBI adalah upaya meniru yang dilakukan bangsa kita terhadap sistem persekolahan yang dianggapnya unggul yang ada di negara maju. Negara maju pun dibatasi hanya anggota OECD. Saya tertarik untuk mengkritisi konsep negara maju yang didefinisikan pemerintah dalam hal ini. Perlu diingat bahwa sebagian besar anggota OECD adalah negara yang terlibat dalam WW II sebagai penjajah dan mereka memperoleh kemajuan saat ini karena keuntungan yang didapatnya dari penjajahan. Jadi, untuk meniru dengan baik, negara kita perlu menjadi penjajah

Tetapi meniru banyak gayanya.Meniru 100%, meniru 50% atau meniru 10% nya saja. Entah meniru gaya yang mana yang dipilih untuk program SBI ini.

Karena setiap melakukan riset, seseorang harus mampu memahami definisi dengan baik, maka mari kita tinjau SBI dari segi definisinya terlebih dahulu. Sekolah Bertaraf Internasional memunculkan bentuk lain sebagai antitesis, yaitu Sekolah Bertaraf Nasional, dan selanjutnya jika kata “bertaraf” disepadankan dengan tingkatan (wilayah), maka akan ada Sekolah Bertaraf Daerah yang masih boleh dipersempit lagi dengan sekolah bertaraf lebih rendah.

Masyarakat kita sering menyematkan istilah sekolah kampung pada sekolah yang ada di perkampungan. Misalnya teman yang menyekolahkan anaknya di pinggiran Jakarta, mengatakan : “si kecil saya sekolahkan di sekolah kampung”.Yang dia maksud dengan sekolah kampung adalah SD negeri yang ada di pinggiran kota. Tetapi saya belum pernah mendengar orang mengatakan istilah sekolah kota sebagai antitesis sekolah kampung.

Dulu pernah ada eranya ketika masyarakat ramai menggunakan istilah plus. Semua sekolah terutama sekolah swasta ramai-ramai menambahkan embel-embelan plus jika sekolah tersebut menambahkan misalnya mata pelajaran lain di luar kurikulum, atau fasilitas lain di luar fasilitas sekolah pada umumnya. Menurut riset yang saya kerjakan istilah ini muncul di tahun 70-an, tepatnya ketika pemerintah menghapuskan semua bentuk SMP Kejuruan dan mengubahnya menjadi SMP. Kata “plus” ditambahkan sebab sekolah ini dilengkapi dengan pelajaran kejuruan, sehingga nomenklaturnya menjadi SMP Plus (lih. Djoyonegoro 1996, 50 th Pembangunan Pendidikan Indonesia).

Berdasarkan PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dikenal pula istilah Sekolah Standar dan Sekolah Mandiri.Dalam penjelasan ps 11 ayat 2 dan 3 disebutkan sebagai berikut :

Pemerintah mengkategorikan sekolah/ madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/ madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar.

Kata “hampir memenuhi” adalah pernyataan yang tidak jelas. Apakah 60%, 70%,80% atau 99% memenuhi. Mengapa pemerintah menggunakan istilah mandiri untuk sekolah yang sudah memenuhi standar? Mengapa tidak menggunakan istilah Sekolah Berstandar untuk kategori ini ? Dan mengapa sekolah yang belum memenuhi standar nasional disebut berkategori standar?

Kata “mandiri” biasanya digunakan untuk menyatakan kondisi ketidaktergantungan.Oleh karena itu sekolah berkategori mandiri adalah sekolah yang tidak tergantung kepada pemerintah atau tidak memerlukan lagi biaya dari pemerintah karena bisa membiayai dirinya sendiri. Tetapi jangan lupa, sekolah bukan perusahaan yang bisa mendatangkan profit. Memutus kebergantungannya kepada pemerintah sama artinya dengan memindahkan ketergantungan tersebut kepada pihak ketiga, dan siapa lagi itu kalau bukan masyarakat/orang tua.

Istilah “standar” sering dipakai oleh kawula muda ketika menilai penampakan luar lawan jenisnya. “Bagaimana cewek itu ?”, pertanyaan seperti ini bisa dijawab : “Ah, standar !” Artinya dia biasa saja, sama dengan cewek-cewek kebanyakan. Tidak minus, tetapi juga tidak plus. Jadi, sekolah berkategori standar adalah sekolah yang biasa-biasa saja

Lalu, kembali kepada istilah internasional pada penamaan SBI. Mengapa internasional ? Harapannya barangkali dengan istilah ini, sekolah tersebut dapat diterima oleh dunia dan diakui sebagai tempat belajar yang memenuhi syarat bagi siswa-siswa asing yang ingin bersekolah di Indonesia. Tetapi apakah perlu seperti itu ? Jika siswa asing ingin bersekolah di luar negaranya, maka adalah lumrah dia harus mengikuti pola dan sistem negara bersangkutan. Jadi, mungkin saya salah dengan pemikiran ini, yaitu SBI untuk mengundang siswa asing.

Atau seperti alasan pemerintah, bahwa SBI akan mencetak lulusan yang dipersiapkan untuk menembus universitas di negara maju.Tetapi bukankah sekolah biasa pun banyak yang bisa menghasilkan lulusan yang bisa tembus universitas luar tanpa harus mengikuti kelas internasional ?

Melihat program-program dan ciri SBI yang ada, tampaknya istilah internasional sama dengan istilah eksekutif pada tiket pesawat, kereta, dan bis

Lalu, pertanyaannya sekarang, setelah sebuah sekolah digelari SBI, selanjutnya apa lagi gelar yang berhak disandang sekolah tersebut, jika suatu saat nanti sekolah tersebut telah melewati standar internasional.

Banyak model persekolahan yang dikutip dari sana sini kemudian disampaikan sebagai sebuah kebijakan yang mesti diterapkan di negara kita. Tetapi, sayangnya banyak yang tidak menyentuh basis permasalahannya.

Saya membaca referensi bahwa di awal-awal kemerdekaan dibetuk Panitia Penyelidikan Pendidikan pada tahun 1946 (1947) yang bertugas untuk mengidentifikasi permasalahan pendidikan. Saya pikir tim seperti itu perlu dibentuk untuk mendata permasalahan pendidikan di Indonesia. Tetapi tim tersebut jangan cuma melaporkan : guru kurang professional, fasilitas sekolah kurang memadai, kurikulum terlalu gemuk, manajemen sekolah korup, dll, sebab hal-hal seperti itu orang awam pun mengetahuinya. Tim perlu menampilkan data yang akurat yang bisa dianalisis, sehingga dapat menghasilkan pemecahan yang baik.

Dan tentu saja, tidak ada yang lebih penting daripada semuanya selain, moral pelakunya. Moral sangat bermain dalam kecantikan dan ketepatan kebijakan yang akan dihasilkan untuk membangun pendidikan di bumi pertiwi.

Oleh : murniramli.wordpress.com
Read More...

Masyarakat gila gelar

Di Pendidikan Tinggi, Penelitian Pendidikan, Renungan dalam Februari 11, 2010 pada 2:02 pm
Ada satu hal yang saya sukai dari ilmuwan di Jepang, yaitu kebiasaannya untuk tidak menuliskan gelar. Jika ada seminar atau kuliah umum yang diadakan di kampus, sehebat apapun professor yang akan diundang untuk berbicara, belum pernah saya melihat ada embel-embel gelar di depan atau di belakang namanya.Tetapi lain halnya jika yang diundang berbicara adalah professor dari luar Jepang, maka biasanya dilengkapi dengan embel-embel.

Kehebatan para peneliti di Jepang bukan dilihat dari banyaknya gelar yang dipunyainya. Saya mengenal beberapa orang professor yang telah mendalami dan mengikuti program pendidikan dari berbagai major yang terkait dengan penelitiannya, tetapi namanya tidak semakin panjang dengan gelar-gelar yang didapatnya.

Di Jepang tidak ada istilah guru besar. Sehingga para dosen tidak perlu disibukkan dengan mengejar target ini itu untuk mendapatkan gelar ini.Oleh karenanya saya melihat mereka lebih enjoy melakukan penelitian apa saja yang diinginkannya. Seorang asisten professor yang saya kenal di kampus, jika melihat hasil penelitian dan tulisan-tulisannya yang tersebar di jurnal Jepang dan internasional, seandainya dia berada di Indonesia, dengan mudahnya deia akan mendapatkan gelar guru besar. Tetapi tidak dengan di Jepang, statusnya tetap sebagai asisten professor sekalipun menurut saya dia layak sekali disebut professor, dan bukan asisten.

Seorang teman menulis email di sebuah milis, di dalam embel-embel pengirim dicantumkannya gelar doktor (Dr) di depan namanya. Dia tidak salah memang, sebab dia berhak atas itu.Tetapi mungkin karena sudah terpengaruh dengan budaya Jepang, saya merasa jengah membaca email teman tersebut.

Suatu kali ada seorang penulis yang mengirimkan tulisan di media ilmiah yang saya asuh bersama teman-teman. Dalam tulisan tersebut, gelar doktor dicantumkannya. Saya menghapusnya dengan pertimbangan selama ini kami tidak menampilkan gelar dalam semua artikel yang kami muat. Ketika revisi kami kirimkan, kembali Pak Doktor menampilkan gelarnya. Dan saya harus menjalankan aturan majalah, gelarnya tidak kami cantumkan.

Pernah pula saya mereview dan mengedit sebuah tulisan yang kemudian saya kirimkan balik kepada penulisnya dengan mengatakan alur berfikirnya tidak jelas, dan permasalahan yang diangkat tidak jelas dipaparkan di bagian pendahuluan. Mungkin tersinggung dengan komentar tersebut, si penulis membalas email saya dengan menambahkan semua gelar pada namanya. Saya baru tahu beliau professor di sebuah universitas terkenal. Selanjutnya saya tidak berminat mereview tulisan beliau.

Saya kadang-kadang malu menuliskan gelar akademik yang sudah saya miliki. Saya ingat ketika mengurus KTP di Indonesia, form isian menuntut penulisan gelar. Dan jadilah nama saya di KTP menjadi agak panjang dengan penambahan dua gelar di belakang, entahlah kalau tahun depan saya mengurus KTP lagi di Indonesia, nama saya akan bertambah panjang.

Saya tidak bisa pulang segera di bulan Maret ini karena meskipun course doktor saya sudah dianggap tuntas, dua professor tidak mau meneken kertas pengakuan bahwa saya berhak atas gelar doktor.Katanya, mereka sayang melepas saya jika belum benar-benar memeriksa bab per bab. Saya memasuki program baru di fakultas kami, EdD, yang lulusannya bukan bergelar PhD, tetapi DEd.Saya tak pernah berfikir bahwa keduanya berbeda sebab selama ini saya melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan mahasiwa program PhD lainnya. Dan saya tidak peduli dengan gelar apa yang akan diberikan nanti. Tetapi saya paling peduli ketika dua professor mengatakan bahwa saya perlu mengikuti pemeriksaan disertasi agar disertasi saya selevel dengan disertasi program PhD. Sementara professor utama saya sudah berancang-ancang meneken tanda kelulusan saya di bulan Maret, dengan alasan saya semestinya dipermudah karena program EdD adalah program untuk orang yang bekerja dan tidak bisa disepadankan dengan program PhD, dua orang professor anggota komisi memanggil saya dan membeberkan alasan mengapa mereka meminta saya mengikuti proses pemeriksaan komisi selama kurang lebih 5-6 bulan.

Saya katakan kepada kedua professor, bahwa saya tidak mengharapkan mendapatkan gelar itu jika memang disertasi dan penelitian saya tidak diakui 100% oleh dewan komisi dan diterima oleh rapat dosen di fakultas.Saya tidak mau dikategorikan sebagai orang yang punya penyakit, seperti ditulis oleh Ronald Dore dalam bukunya “Diploma Disease”, dan memang saya tidak mempunyai penyakit itu. Saya membutuhkannya karena terdesak kepentingan dan keharusan memilikinya jika hendak mengabdi kepada ibu pertiwi

Sepulang dari haji, teman mengatakan bahwa gelar saya bertambah di depan. Saya malu, sebab saya yang tahu layak tidaknya gelar itu ditempelkan di depan nama saya. Kelak saya juga mungkin malu ketika gelar DEd mulai disematkan di belakang nama saya, sebab saya yang sangat tahu, layak tidaknya itu.

Saya ingin mencontoh guru-guru saya yang dengan ikhlas meneliti dan rela berkorban dana dan tenaga untuk memperjelas sesuatu yang belum jelas, untuk membuka sesuatu yang belum terbuka. Saya tahu ada beberapa guru saya di Indonesia yang telah mengajarkan ilmu yang sangat berharga dan tak henti meneliti, pun tak menginginkan gelar itu, tetapi masyarakat menuntutnya untuk memakainya. Karena masyarakat lebih menghormati seseorang dengan melihat gelarnya dan bukan karyanya.

Memasangkan gelar di depan dan di belakang nama saya sebagai memaksa saya memakai baju yang saya kurang nyaman dengan warnanya. Ingin sekali saya melepaskannya segera !
Oleh : murniramli.wordpress.com
Read More...

Menjadi Guru tidak gampang, tapi menyenangkan

Di Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendidikan, Renungan, SD di Jepang, Serba-Serbi Jepang dalam Juni 15, 2008 pada 5:30 am
Sudah hampir 5 bulan kegiatan SD Bhinneka berjalan. Tidak terasa. Barangkali karena kami sibuk, sehingga tidak terasa bahwa saya dan teman-teman sedang mengelola sebuah sekolah kecil

Saya tidak pernah menghitung berapa murid kami, tapi saya hanya senang meraka rajin datang ke sekolah. Karena sedikit jumlahnya, tentu saja saya hafal nama-nama mereka sekalipun mereka tidak tahu saya adalah kepala sekolah. Fira chan sampai berteriak : Ee, Kouchou sensei na no ? (= Hah, kepala sekolah ???) sewaktu ibunya memberitahu. Ah, saya memang tidak mirip kepala sekolah, dan ini lebih baik. Mereka lebih kenal saya sebagai guru. Tapi belakangan, Fira chan mulai memanggil saya Koucho sensei, padahal sebelumnya dia dan teman-temannya memanggil : Tante Murni, karena saya memang teman ibu-ibu mereka. Dipanggil yang mana saja, tidak ada masalah, karena saya pasti menengok

Kemarin, setelah hampir 6 bulan berjalan kami mengadakan Rapat Guru untuk mengevaluasi apa yang sudah kami kerjakan. Setiap guru kelas menyampaikan laporan berupa materi, cara mengajar, kendala, usulan perbaikan. Mendengarkan Ibu guru yang sekaligus sebagian adalah orang tua murid berbicara membuat saya termenung, sebab apa yang mereka suarakan adalah suara murni seorang pengajar, dan sekaligus barangkali berbaur dengan suara orang tua yang menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Anak-anak kami adalah anak-anak yang sebenarnya sangat berat menghadapi kenyataan bahwa mereka harus hidup dan berkembang dalam budaya yang berbeda dengan budaya ibunya. Lalu kami ’sedikit memaksa’ mereka untuk memahami dan mampu menggunakan bahasa ibunya, Bahasa Indonesia dengan baik. Sebagian anak tidak mengerti dengan apa yang kami jelaskan dalam Bahasa Indonesia, padahal apa yang kami jelaskan adalah materi kelas SD di Indonesia yang sama dengan tingkatan mereka.

Bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam buku-buku pelajaran yang kami datangkan dari Indonesia, sungguh sulit bagi anak-anak kami. Mereka yang terbiasa dengan penjelasan mudah dari guru-guru di sekolah Jepangnya hanya berteriak `wakannai` (ngga tahu) sewaktu kami mulai menjelaskan materi IPA dan IPS.

Hampir semua anak menyenangi sains dan matematika, karena tidak perlu banyak kata. Sains digemari karena selalu berkaitan dengan eksperimen yang pernah diajarkan di sekolah dan kehidupan nyata sehari-hari barangkali. Math disukai karena semua anak suka berkompetisi dalam berhitung

Tapi anak-anak mulai kewalahan ketika kami membuat soal-soal math dalam bentuk soal cerita, dan menjelaskan IPA atau IPS dengan bahasa yang sulit.

Suasana sekolah kami tidak seperti sekolah Indonesia yang sunyi senyap dengan anak-anak yang tertunduk, tekun mengerjakan dan mencatat. Anak-anak kami senang bercanda dan sangat merasa terpaksa dengan tugas mencatat. Mereka lebih suka mendengar dan mengomentari.

Barangkali kuno, tapi saya menganut konsep belajar yang diajarkan dalam kitab Ta’limul Muta’allim di pesantren dulu. Bahwa ilmu itu tidak bermakna apa-apa jika hanya dibaca, didengarkan, dibicarakan, tanpa ditulis. Tetapi ditulis tanpa dipahami juga tidak bermakna apa-apa. Maka kadang-kadang saya agak sedikit memaksa mereka dengan perintah : tulis !

Karena beragamnya anak di setiap kelas, maka tugas guru menjadi sangat berat. Sebenarnya tidak berat jika kami sekedar menerangkan. Tetapi karena kami ingin semua anak medapatkan pengajaran dan pemahaman yang paling tidak sama, maka tugas itu menjadi berat. Prinsip mengajar di sekolah kami adalah pelajaran diberikan dengan materi yang sama kepada semua anak, dan bagi anak yang berkemampuan lebih, guru akan memberinya drill lebih daripada teman-temannya.

Sekarang bagaimana dengan kemampuan berbahasa yang kelihatannya tidak mengalami kemajuan ? Kami akhirnya bersepakat untuk memberikan PR menghafal kosa kata dengan asumsi bahwa pembelajar bahasa tidak akan bisa bicara/menulis apabila dia tidak memiliki kekayaan kosa kata.

Karena tujuan awal dari sekolah kami adalah agar anak-anak tidak lupa dengan bahasa ibunya, sekaligus mencoba memberikan suasana belajar seperti di Indonesia berupa materi pelajaran yang sama dengan teman-temannya di Indonesia, maka kami sepakat memperbaiki materi mengajar.

Jam Bahasa Indonesia kami sepakati untuk menekankan dan melatih kemampuan tata bahasa dan menulis. Jam IPA dan IPS kami gunakan untuk memperdalam Bahasa Indonesia dengan tema sains dan sosial dengan penekanan membaca, mendengar, memahami dan berbicara/berpendapat. Pelajaran matematika adalah untuk memahami ‘angka dan perhitungan’ dalam tema belajar bahasa. Mengajari mereka berhitung tidak ada gunanya, karena guru-guru matematika di sekolah Jepang lebih jago daripada kami.

Begitulah. Saya dan barangkali ibu guru yang lain mulai mengerjakan ini dengan tenaga, hati dan pikiran kami. Yang semula kami anggap hanya sekolah-sekolahan akhirnya menuntut kami untuk lebih serius. Bukan saja karena mereka membayar SPP (btw, SPP bulan depan akan diturunkan..horeee!!!), tapi saya pikir saya bersemangat karena mereka (siswa dan orang tua) pun bersemangat.

Semangat ini ditunjukkan dengan kesetiaan orang tua mengantar anak-anaknya setiap Sabtu. Jika anak-anak asyik belajar di lantai 2 di gedung yang kami pinjam, maka orang tua lebih ramai lagi berdiskusi di lantai 1. Ya, walaupun hanya sekali seminggu, semoga SD kami menjadi jembatan penghubung tali silaturahmi antara kami, orang Indonesia di negeri orang.

Pekan depan kami akan mulai menjajaki kegiatan eskul angklung dan IQRO/baca Al-Quran. Anak-anak mungkin lebih suka bermain game atau berlarian-larian seusai jam sekolah, tapi kami, orang tua/orang dewasa, sekali lagi mengharapkan mereka mendapat ilmu sebanyak-banyaknya di masa mereka muda. Jadi, kami lagi-lagi akan ‘memaksa’ mereka untuk berhenti berlari dan bermain game, dan mulai menekuni satu bahasa baru lagi, bahasa Arab/bahasa Al-Quran.

Jangan protes, Nak. Barangkali karena kami sudah lebih banyak makan garam, Nak. Jadi kami sedikit lebih tahu daripadamu tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi, ayo belajar bersama !

Menjadi guru untuk anak-anak yang seaktif mereka memang tidak gampang, tetapi sungguh menyenangkan ketika setiap hari kami menemukan hal-hal baru di antara murid-murid kami. Saya berterima kasih kepada mereka karena mengajarkan hal baru itu. Saya pikir ini adalah sumber penyemangat yang terus mendorong kami untuk mengajar, sekalipun tugas studi di kampus terus saja memberati setiap hari langkah kami. Ucapan terima kasih dari orang tua terkadang membawa keharuan tersendiri, tapi kehadiran beliau-beliau adalah ucapan terima kasih yang terbesar bagi saya pribadi.

Panjang harapan dan doa kami, semoga guru, murid, orang tua senantiasa selalu dilindungi dan diberi kekuatan dan semangat untuk menjadi orang yang lebih alim dan bertakwa.

Oleh : murniramli.wordpress.com
Read More...

Kamis, 18 Maret 2010

Bagaimana hewan-hewan laut bisa hidup di daerah sekitar hydrothermal vent?

Menurut penelitian, di dasar laut ada sekitar 300 jenis makhluk hidup yang digolongkan dalam kelompok hewan seperti udang buta, kepiting putih raksasa, dan berbagai jenis cacing (tubeworms). Tumbuhan tidak bisa hidup di dasar laut ini karena tidak ada cahaya Matahari untuk terjadinya proses fotosintesis.
Hewan-hewan ini hidup di sekitar hydrothermal vent (tempat di dasar laut bagi lapisan magma memancar keluar) melalui proses chemosyntesis. Caranya adalah mikroba-mikroba kecil mengambil sulfur dari hidrogen sulfida yang memancar keluar dari hydrothermal vent. Sulfur kemudian dioksidasi dengan menggunakan oksigen dari air laut untuk menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk memproduksi gula, lemak, asam amino, dan nutrisi lainnya.
Mikroba-mikroba dan hewan-hewan di sekitarnya akan membentuk suatu rantai makanan yang menjamin kelangsungan hidup di sekitar hydrothermal vent ini. Dalam rantai makanan ini sejenis keong (gastropod snail) akan memakan mikroba atau bakteri-bakteri ini. Setelah kenyang, keong-keong itu pasrah sebagai mangsa udang-udang kecil. Udang-udang kecil pun senasib dengan keong tadi, menjadi mangsa makhluk yang lebih "berkuasa" dalam rantai makanan, yakni ikan-ikan pemangsa yang lebih besar.
Yang masih jadi pertanyaan dari para peneliti ini adalah bagaimana makhluk-makhluk hidup ini bermunculan secara tiba-tiba ketika suatu hydrothermal vent terbentuk.
Read More...

Kamis, 11 Maret 2010

Tiga Kesalahan Besar

Tiga Kesalahan Besar yang Sering Dilakukan Terhadap Masalah yang Terjadi

Kunci sukses seseorang dalam hidup adalah bagaimana ia bereaksi terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya.

Masalah demi masalah selalu datang menghampiri hidup kita tanpa mengenal lelah. Masalah hampir sama seperti air yang tidak akan pernah habis melalui siklusnya yang berliku-liku. Ya, inilah faktor utama yang paling menentukan kesuksesan seseorang dalam hidup ini. Ada tiga kesalahan utama yang dilakukan banyak orang dalam menghadapi masalah yang terjadi.

Kesalahan pertama adalah ia tidak menyadari bahwa masalah sedang terjadi dalam hidupnya. Banyak sekali orang yang melakukan kesalahan ini. Misalnya, ada seorang agen asuransi yang sangat berprestasi dalam penjualannya. Ia mampu meraih puluhan nasabah hanya dalam waktu beberapa minggu. Tentunya, ia merasa bangga atas prestasi yang ia raih dan tentunya komisi yang diberikan perusahaan kepadanya semakin banyak pula. Ia pun semakin giat melakukan penjualan untuk terus meningkatkan prestasinya. Ia sangat giat bekerja dan menghabiskan sepanjang hari-harinya untuk melakukan penjualan. Ia tidak merasakan kelelahan karena baginya itu adalah hal yang sangat mengasyikkan.

Nah, di sinilah kesalahan yang ia lakukan. Ternyata, ketika ia semakin giat bekerja dan menghabiskan hari-harinya dengan bekerja dan bekerja, ia tidak menyadari bahwa ada masalah yang sedang ia hadapi. Lalu apa masalah itu? Mungkin, istri dan anak-anaknya merasa terabaikan sehingga keluarganya menjadi kurang harmonis. Mungkin, ia mengalami hubungan yang renggang dengan Tuhan. Mungkin, ia akan mendapati tubuhnya semakin lemah karena ia kurang menjaga kesehatannya.

Itulah kesalahan yang telah dilakukan banyak orang selama ini. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa ia sedang menghadapi masalah yang sangat fatal dalam hidupnya. Mengapa mereka tidak menyadarinya? YA, jawabnya mereka terlalu asyik dengan apa yang dikerjakannya. Mereka tidak mengalami kehidupan yang seimbang.

Alasan kedua adalah ia tidak mau mengakui dan menerima bahwa masalah demi masalah akan terus terjadi dalam hidupnya. Ini adalah hal yang sangat fatal. Saya sudah menjelaskan di artikel yang sebelumnya bahwa masalah itu sama seperti air yang tidak akan pernah habis melalui siklusnya yang berliku-liku. Jadi, apabila kita tidak mau mengakui dan menerima bahwa masalah akan terus menghampiri kita selama kita hidup, lebih baik kita tidak usah hidup. Berikan kepada saya contoh dari manusia yang tidak pernah mendapati masalah dalam hidupnya atau contoh dari manusia yang pernah mendapati masalah tetapi kini sudah tidak lagi mendapati masalah.

Seberuntung apapun kehidupan kita, pasti masalah akan terus menghampiri hidup kita. Jadi, marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi datangnya masalah! Orang yang tidak mau mengakui dan menerima datangnya masalah dalam hidupnya, pasti akan hidup dalam kekecewaan. Selain itu, ia pun tidak akan pernah bisa hidup dalam kebahagiaan yang sepenuhnya. Ia menginginkan kehidupan yang sempurna tanpa masalah tetapi hal itu memang tidak akan pernah terjadi. Dampaknya, ia akan mengalami kehidupan tanpa gairah dan tanpa kebahagiaan seumur hidupnya. Sungguh sangat disayangkan!

Alasan ketiga adalah ia tidak tahu bagaimana caranya mengatasi masalah yang sedang terjadi. Ia tidak tahu bagaimana caranya menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang ia hadapi. Hal ini banyak sekali dialami oleh banyak orang. Namun sebenarnya, bukan hanya sekedar mencari jalan keluar atau solusi dari masalah-masalah yang terjadi. Sederhananya begini, banyak orang tidak tahu caranya menjadikan masalah-masalah dalam hidupnya menjadi tidak masalah lagi.

Wow, luar biasa!!! Bagaimana seandainya setiap masalah yang kita hadapi berubah wujud menjadi hal yang tidak masalah lagi. Misal, kita mungkin mengahadapi masalah seperti ini: “saya diputus pacar”, “saya kehilangan sepeda motor”, “saya gagal lulus ujian”, “saya tidak pandai menjual”, “saya cuma punya tampang pas-pasan”, “saya sedang sakit keras”, “saya mengalami kecelakaan di jalan”, “saya disakiti”, “saya dihina”, atau apapun masalah-masalah itu, lalu kita mengubahnya menjadi: “sekarang itu sudah tidak masalah lagi!”

Kisah sukses yang didapati dari beberapa orang sukses di dunia sebenarnya bermula dari bagaimana mereka menjadikan masalah dalam hidup mereka menjadi tidak masalah lagi. B

Bagaimana dengan Anda?
Read More...

Rabu, 10 Maret 2010


Anda semua tentunya sudah mengetahui fitur live chat di Facebook bukan? Ketika sedang chatting dengan teman Anda, belum lengkap rasanya jika tidak menambahkan beberapa emoticon ke dalam percakapan Anda. Shortcut untuk menampilkan emoticon tersebut sangat berbeda dengan yang ada pada Yahoo! Messenger (YM), Google Talk, atau Plurk, walaupun ada beberapa yang menggunakan shortcut yang sama.

Berikut ini adalah daftar shortcut untuk menampilkan emoticon pada Facebook chat:


Shortcut List to Use Facebook Chat Emoticons
NamaEmoticonShortcutLainnya
Smile:-):)
Big smile:-D:D
Wink;-);)
Happy^_^No
Happy eyes>:oNo
Cat smile:3No
Grumpy>:-(No
Sad:-(:(
Crying:’(No
Shocked:-o:o
Four-eyes8-)8)
Cool8-|8|
Tongue:-P:P
Uh?O.oNo
Nerd-_-No
Uncertain:/:\
Devil3:)No
AngelO:)No
Kiss:-*:*
Heart<3No
Pacman:vNo
Robot:|]No
Face:putnam:No
Shark
(^^^)No


Read More...

8 Hal yang Paling Fatal Sehabis Makan




Kita tahu makan minum yang tidak sehat mungkin akan menyebabkan penyakit yang menakutkan, namun, acap kali kita juga sering mengabaikan beberapa kebiasaan kecil sehabis makan, dan diluar dugaan kebiasaan hidup yang tidak baik ini besar kemungkinan menjadi pembunuh yang sewaktu-waktu menimpa kita.

1 . Makan buah-buahan

Kebiasaan makan buah setelah makan ternyata adalah kebiasaan yang keliru. Setelah makanan masuk ke lambung, lambung membutuhkan waktu 1-2 jam untuk mencerna, jika seusai makan lalu menyantap buah, buah akan terhambat oleh makanan yang telah lebih dulu disantap, akibatnya buah-buahan tidak bisa tercerna secara normal. Jika berlangsung lama, akan menyebabkan gejala perut kembung, diare atau susah buang air besar dan gejala lainnya.

2 . Minum teh kental

Minum teh seusai makan, dapat mengencerkan getah lambung, akibatnya
mempengaruhi pencernaan makanan. Selain itu, daun teh banyak mengandung tanin (asam tanat), jika minum teh seusai makan, akan membuat protein yang belum sempat dicerna lambung menyatu dengan asam tanat dan membentuk sedimen yang tidak mudah dicerna, sehingga mempengaruhi serapan protein. Teh juga dapat menghambat serapan zat besi, jika keadaan demikian berlangsung lama dapat terjadi gejala anemia karena kurang zat besi.

3 . Merokok

Bahaya merokok sehabis makan lebih besar 10 kali lipat dibanding hari-hari
biasa! Ini dikarenakan peredaran darah pada saluran pencernaan sehabis
makan meningkat, akibatnya sejumlah besar kandungan dalam rokok yang tidak baik bagi kesehatan diserap, sehingga bisa merusak hati, otak besar dan pembuluh darah jantung dan menyebabkan penyakit pada aspek-aspek terkaitini.

4 . Mandi

Mandi sehabis makan, volume aliran darah pada permukaan tubuh akan
meningkat, dan volume aliran darah pada saluran usus dan lambung akan
berkurang, sehingga membuat fungsi pencernaan usus lambung melemah, dan menyebabkan pencernaan buruk.

5 . Mengendorkan ikat pinggang

Mengendorkan ikat pinggang setelah makan, meskipun terasa agak nyaman,
tapi hal tersebut dapat mengakibatkan turunnya tekanan dalam rongga perut, memaksa lambung turun (terjuntai). Jika kebiasan tersebut terus dilakukan, akan benar-benar mengidap lambung turun.

6 . Makan angin (berjalan-jalan)

Makan angin& sehabis makan, bukan saja tidak dapat hidup (panjan umur), bahkan karena meningkatnya volume olahraga sehingga dapat mempengaruhi saluran pencernaan terhadap serapan gizi. Terutama manula,
fungsi jantung melemah, penyempitan pembuluh darah, banyak berjalan seusai makan akan timbul gejala tekanan darah menurun dan lain-lain gejala.

7 . Berkaraoke

Seusai makan isi lambung kita membesar, dinding lambung menjadi tipis,
volume aliran darah meningkat, saat demikian, bernyanyi dapat membuat sekat ronga badan pindah ke bawah, beban rongga perut bertambah, jika
ringan akan menyebabkan pencernaan buruk, sebaliknya dapat menyebabkangangguan pada lambung dan gejala penyakit lainnya.

8 . Mengemudikan mobil

Rawan terjadi kecelakaan jika habis makan lalu menjalankan kendaraan. Ini
dikarenakan sehabis makan lambung dan usus membutuhkan sejumlah besardarah dalam mencerna makanan, mengakibatkan organ otak besar kekurangan darah untuk sementara waktu, sehingga dengan demikian dapat menyebabkankesalahan operasional.

Jadi, Masih mau melakukan hal-hal diatas setelah makan, sobat?


Read More...


Jangan kira semua aktivitas menyehatkan benar-benar membuat Anda sehat. Untuk beberapa kebiasaan, hal itu justru bisa membuat Anda sakit. Apa saja kebiasaan itu?

Menurut Dr. Erika Schwartz, Medical Director of Cinergy Health yang dikutip dari Huffington Post, Rabu (30/9/2009), ada 6 kebiasaan umum yang dianggap orang menyehatkan tapi sebenarnya tidak, bahkan kebiasaan itu akan membuat Anda sakit.

1. Olahraga berlebihan
Tubuh dan pikiran sebenarnya tidak membutuhkan 30-45 menit selama 3-4 hari seminggu untuk melakukan aktivitas yang menyehatkan. Olahraga atau aerobik sebaiknya tidak dilakukan berlebihan, cukup dilakukan ketika hari libur jika ingin benar-benar berolahraga. Olahraga yang berlebihan hanya akan membuat Anda keletihan dan mudah sakit. Tapi jika ingin berolahrga tiap hari, sebaiknya cukup jalan kaki atau yoga. Olahraga berenang, tenis, golf atau olahraga tim bisa dilakukan sebulan sekali.

2. Menghindari sinar matahari
Mencegah terkena sinar matahari sama saja dengan mencegah masuknya vitamin D ke dalam tubuh. Padahal vitamin D sangat penting untuk tubuh dan bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sinar ultraviolet dari matahari memang bisa merusak kulit, tapi sebaiknya jangan menjadi takut berlebihan juga sampai-sampai tidak mau terkena sinar matahari. Penggunaan lotion pelembab juga sebaiknya tidak terlalu berlebihan karena akan menghalangi masuknya sinar matahari ke kulit. Satu-satunya bagian tubuh yang perlu perlindungan hanyalah wajah.

3. Selalu menggunakan gel atau sabun khusus antibakteri
Produk-produk antibakteri memang bisa mencegah seseorang dari kuman, bakteri atau virus. Tapi penggunaan yang terlalu sering justru akan melemahkan antibodi tubuh. Zat antibakteri tidak hanya akan membunuh bakteri jahat tapi juga bakteri baik yang sebenarnya berguna untuk menyeimbangkan flora bakteri dalam tubuh. Gunakanlah produk tersebut dengan wajar dan berhentilah menjadi seseorang yang ingin selalu bersih setiap saat.

4. Kelebihan atau kekurangan tidur
Rata-rata orang butuh sekitar 8 jam per hari untuk tidur. Jika Anda kurang atau terlalu banyak tidur dari jam seharusnya, tubuh tidak akan bisa berpikir, berproses dan berfungsi secara optimal. Bahkan beberapa studi menyebutkan bahwa jam tidur yang kurang atau lebih tidak baik untuk kulit, menyebabkan pusing, depresi dan nafsu makan bertambah.

5. Berada di ruangan AC terus menerus
Meskipun AC baik untuk mencegah seseorang dari gejala pusing atau pingsan akibat kepanasan, tapi sebaiknya jangan terlalu banyak menghirup udara AC. Kandungan udara dingin yang terdapat pada AC mungkin mengandung banyak bakteri dan partikel kotor lainnya. Setiap jamnya sebaiknya matikan AC, buka jendela, jalan ke luar ruangan dan hiruplah udara segar. Jangan lupa bersihkan penyaring AC dengan air hangat dan sabun setiap bulannya. Jika Anda berada di ruangan kantor yang full AC, bawalah jaket untuk menjaga suhu tubuh jika udaranya terlalu dingin, keluarlah dari kantor setidaknya untuk makan siang atau jajan sore.

6. Mengkonsumsi makanan organik
Tidak semua makanan yang berlabel organik ternyata benar-benar organik, karena banyak yang masih menggunakan pestisida. Bukan hanya harus mengeluarkan uang lebih banyak, tapi Anda juga berisiko tertipu dengan label tersebut. Makanan tidak perlu organik untuk disebut sebagai makanan sehat. Dengan penanganan dan pengolahan yang tepat, risiko makanan terkontaminasi zat asing pun diatasi.

Hidupmu ya Hidupmu bukan Hidupku ataupun Hidupnya.. Jaga kesehatanmu Sobat!

Read More...

Ubah Bahasa


English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Pengunjung

msn spaces stats

Yang Berkunjung

free counters

Yang Lagi Online

Yang Online Hari ini

Facebook

 

Reader Community

Galery Photo